Heri Mahbub
“Janganlah kalian minum sambil berdiri…” – HR. Muslim. Awalnya aku pikir: “Apa hubungannya berdiri dengan kesehatan?” Tapi rasa penasaran mendorongku mencari tahu. Apakah boleh makan di standing party? Ini terkait dengan adab makan. Dari sana aku temukan jawabannya di Quran Medis — pendekatan hidup sehat berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Rasulul.
Quran Cordoba - Menyelaraskan iman dan ilmu cara makan sehari-hari. Di tengah kemajuan ilmu kedokteran modern, banyak orang masih mengalami masalah pencernaan kronis yang tak kunjung sembuh meski telah mengonsumsi berbagai obat. Namun, siapa sangka bahwa solusi kesehatan tersebut telah diajarkan lebih dari 1400 tahun lalu oleh Rasulullah SAW?
Adab makan dan minum dalam Islam bukan sekadar aturan ibadah, tapi juga kunci hidup sehat yang terbukti secara ilmiah. Konsep Quran Medis — pendekatan kesehatan berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi — kini semakin relevan dalam era gaya hidup modern yang serba instan.
Apakah budaya makan sambil berdiri relevan dengan kesehatan? Quran medis menjawabnya mengacu pada petunjuk Al-Qur’an dan hadis yang secara implisit maupun eksplisit membahas kesehatan jasmani.
Dalam Surah Al-Baqarah ayat 2, Allah menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk bagi manusia yang tidak ada keraguan di dalamnya, termasuk dalam aspek menjaga tubuh sebagai amanah dari-Nya.
Pola makan Nabi Muhammad SAW yang sederhana, penuh kesadaran, dan sarat adab menunjukkan bahwa spiritualitas dan kesehatan saling terkait erat dalam Islam.
“Jangan makan dan minum sambil berdiri,” sabda Rasulullah SAW (HR. Muslim). Dalam konteks quran medis, anjuran ini ternyata sesuai dengan temuan para dokter modern.
Ketika manusia berdiri, sistem saraf simpatik aktif, yaitu sistem “fight or flight” yang memicu ketegangan otot dan memperlambat pencernaan. Sebaliknya, saat duduk rileks, sistem parasimpatik — dikenal sebagai "rest and digest" — aktif, membuat makanan lebih mudah diserap tubuh.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Current Issues in Molecular Biology (2025) menegaskan bahwa stimulasi saraf vagus, yang mengatur sistem pencernaan, lebih optimal saat seseorang duduk dalam posisi tenang.
Rasulullah SAW bersabda,
"Aku tidak akan makan sambil bersandar." (HR. Bukhari).
Selain menghindari posisi berdiri, beliau juga mencontohkan duduk tegak atau dengan posisi tawarruk (lutut dilipat ke samping). Posisi ini membantu perut tidak tertindih dan memberi ruang optimal untuk pencernaan.
2. Gunakan Tangan Kanan: Sunnah dan Simbol Keberkahan
“Jika seseorang di antara kalian makan, maka hendaklah ia makan dengan tangan kanannya…” (HR. Muslim).
Selain sebagai bentuk adab islami, kebiasaan ini juga menjaga kebersihan dan mencegah infeksi silang. Dalam studi medis, tangan kiri lebih sering menyentuh area yang kurang higienis, sehingga penggunaannya untuk makan dapat meningkatkan risiko masuknya bakteri ke tubuh.
Rasulullah SAW mengingatkan,
“Janganlah kalian tergesa-gesa saat makan.” (HR. Bukhari).
Makan perlahan memberi waktu bagi otak untuk menerima sinyal kenyang, mengurangi risiko overeating dan gangguan metabolik.
Penelitian dalam Frontiers in Nutrition menyebutkan bahwa kebiasaan makan cepat berhubungan dengan obesitas, hipertensi, dan kolesterol tinggi.
4. Ucapkan Alhamdulillah: Syukur yang Menyehatkan Jiwa
“Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang mengucap tahmid setelah makan.” (HR. Muslim).
Selain sebagai bentuk syukur, mengucapkan alhamdulillah menciptakan kesadaran spiritual bahwa makanan adalah anugerah. Secara psikologis, rasa syukur memperkuat sistem imun dan mengurangi stres, dua faktor penting dalam pemeliharaan kesehatan.
5. Jilat Jari dan Hargai Setiap Suapan
“Apabila selesai makan, maka hendaklah dia menjilati jari-jarinya, karena dia tidak tahu ada dimana berkahnya...” (HR. Muslim). Dalam Islam, makanan adalah berkah — bahkan pada remah terkecil.
Nabi tidak pernah mencela makanan. Kebiasaan menghargai setiap butir nasi atau suapan bukan hanya menjaga etika, tapi juga memupuk kesadaran konsumsi dan mengurangi food waste.
Di Hadis lainnya, Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Nabi Saw. tidaklah pernah mencela suatu makanan sekali pun dan seandainya beliau menyukainya maka beliau memakannya dan bila tidak menyukainya beliau meninggalkannya (tidak memakannya).” (HR. Bukhari, no. 5409.)
Dalam quran medis, gaya hidup Nabi bukan sekadar ibadah, tetapi formula kehidupan sehat. Pola makan Nabi meliputi:
Penutup: Kesehatan dalam Sunnah, Cahaya Hidup Berkah
Cara makan ala Nabi Muhammad SAW bukanlah ritual kosong. Ia adalah adab islami yang menyatukan akhlak, kesehatan, dan spiritualitas. Ketika umat Islam mulai kembali pada pola makan sunnah — makan dengan duduk, tangan kanan, penuh syukur dan adab — maka mereka tak hanya menjaga tubuh, tetapi juga memelihara cahaya iman dalam kehidupan.
Dengan menghidupkan sunnah makan dalam kehidupan sehari-hari, kita sedang mengobati diri sendiri lewat jalan ilahi. Inilah hakikat quran medis: menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman menyeluruh, termasuk dalam cara dana dab makan Islami.
Mari jaga tubuh dengan cara Rasulullah SAW. Sunnah bukan sekadar ibadah, tapi juga solusi ilmiah.
Wallahu'alam