Heri Mahbub
Kelahirannya sekitar 1500 tahun lalu [Qamariyah], cahaya Nabi Muhammad ﷺ mengingatkan kita pada ajaran beliau sebagai rahmat bagi semesta alam. Yuk telusuri sejarah, makna, dan terangnya cahaya Nabi sejak lahirnya sampai era sekarang.
Quran Cordoba - Sekitar 1500 tahun yang lalu, di sebuah kota kecil bernama Makkah, lahirlah cahaya yang akan menerangi dunia. Seorang bayi mulia nan suci, yang kelak menjadi penutup para nabi, Rasulullah Muhammad ﷺ.
Cahaya itu tumbuh dalam kasih sayang Allah, membawa risalah, menerangi alam semesta yang lama dalam kegelapan dan menuntun manusia menuju jalan yang lurus, dengan kabar gembira dan peringatan
“Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi.” (QS. Al-Ahzab, 33: 45-46)
Marilah kita awali dengan memuji Allah SWT, Sang Pencipta alam semesta, yang menurunkan utusan-Nya, lalu semua makhluk bershalawat kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ.
Shalawat itu menjadi doa agar kita termasuk yang mendapat syafaat Nabi Muhammad di hari kiamat, dan dikumpulkan di bawah panji beliau, liwaa’ul hamd. Tanpa syafaat itu, perjalanan hidup akan terasa terlalu berat, gelap, dan sunyi.
Di sinilah makna 1500 tahun cahaya Nabi Muhammad SAW menjadi penting. Karena dalam kalender Hijriyah mencatat tahun ini 1447 H, bila kita tambahkan 53 tahun sebelum hijrah—masa sejak kelahiran beliau—maka genaplah 1500 tahun cahaya Nabi menyinari dunia.
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab, 33: 56)
________________________________________
Kurun waktu panjang ini adalah enam belas abad cahaya rahmat dan keadilan. Nabi lahir di tengah masyarakat Arab jahiliyah—masyarakat yang tahu kebenaran namun enggan melaksanakannya. Mereka sadar bahwa menyembah berhala itu dusta, menindas kaum lemah itu keji, tetapi tetap melakukannya seolah hal biasa.
Di tengah kegelapan inilah, cahaya kenabian hadir. Nabi Muhammad ﷺ membawa wahyu, merobohkan berhala tidak hanya dari batu, tetapi juga dari hati dan pikiran manusia. Allah SWT menegaskan:
“Dan tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)
________________________________________
Selama 1500 tahun, cahaya Nabi tidak pernah padam. Dari Mekkah lalu ke Madinah, ia menyebar ke Damaskus, Baghdad, Kairo, Andalusia, Istanbul, Bukhara, hingga ke Nusantara. Dari masjid, madrasah, perpustakaan, hingga majelis ilmu—semua menjadi saksi pancaran cahaya itu.
Islam mengubah wajah dunia. Dari padang pasir yang gersang lahir peradaban yang menjungkirbalikkan sejarah. Dari umat yang tak dikenal menjadi umat yang memimpin dunia dengan ilmu, akhlak, dan tauhid sebagai pondasi utama.
Namun, pertanyaan pentingnya adalah: apakah kita masih setia menjaga cahaya itu?
Hari ini, kita punya Al-Qur’an yang sama, sunnah Rasulullah dan shalawat yang sama, juga warisan ulama pewaris Nabi. Tetapi banyak umat lebih sibuk dengan perselisihan kecil, perbedaan bukan prinsip, lalu sibuk mengejar gemerlap dunia, daripada menjaga amanah besar Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Jika cahaya Nabi padam dalam hati kita, maka jahiliyah modern akan kembali menelan manusia: hedonisme, ketidakadilan, kebencian, perselisihan dan peperangan tanpa akhir.
________________________________________
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab, 33: 56)
Rasulullah ﷺ tidak hanya mengajarkan ibadah, tetapi juga teladan dalam membangun masyarakat beradab. Beliau mendidik manusia agar berlaku adil, jujur, penyayang, dan penuh keberanian berkata benar.
Cahaya beliau menuntun dunia menuju peradaban Islami. Namun, ketika umat meninggalkan teladan ini, bahkan memadamkannya, mereka justru jatuh pada fanatisme sempit, keburukan, perpecahan dan kehilangan arah.
“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.
Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik membencinya.”
(QS. As-Saff, 61: 8-9)
________________________________________
Peringatan kelahiran Rasulullah ini adalah panggilan sekaligus peringatan. Dunia menanti, apakah umat Islam akan kembali menyalakan teladan cahaya Nabi, atau membiarkannya tertutup debu kelalaian.
Seperti syair kaum Ansar saat menyambut Nabi:
Asyroqol badru ‘alainaa… Fakhtafat minhul buduuru
“Telah terbit bulan purnama atas kami, maka sirnalah cahaya bulan lain karena sinarnya.”
Itulah simbol bahwa cahaya Nabi Muhammad adalah cahaya utama, melebihi semua cahaya lain.
________________________________________
Mari jadikan momentum 1500 tahun cahaya ini sebagai ikrar. Bahwa kita ingin tetap berjalan di bawah panji beliau, dari dunia hingga akhirat. Bahwa cahaya Nabi harus tetap menerangi hati, rumah, masyarakat, dan dunia yang sedang banyak masalah ini.
Cahaya Nabi adalah janji Allah. Ia takkan pernah padam. Pertanyaannya: apakah kita mau menjadi generasi yang menjaganya, atau justru yang melalaikannya?
Wallahu'alam