Heri Mahbub
Ihsan bukan sekadar kata, tapi ibadah yang luas maknanya. Contoh aksi nyata seperti wakaf Al-Qur’an ke desa di pelosok negeri. Ihsan dengan berbagi cahaya Al-Quran bagi umat, menjadi amal jariyah yang abadi.
Quran Cordoba - Menapaki jalan spiritual menuju kebaikan yang sempurna. Dalam menjalani kehidupan sebagai seorang Muslim, kita diperkenalkan dengan tiga tingkatan spiritual yang menjadi pilar penting dalam beragama: Islam, Iman, dan Ihsan.
Ketiganya Al-Quran dan Rasulullah ajarkan. Menapaki jalan kedekatan dengan Allah SWT. Jika Islam adalah fondasi syariat, dan Iman adalah keyakinan hati, maka Ihsan adalah puncak tertinggi dari ibadah, di mana seorang hamba tidak hanya patuh dan percaya, tetapi juga sadar dan terhubung secara spiritual dengan Sang Pencipta.
Allah berfirman di surah An-Nahl ayat 90
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebaikan”
Ihsan secara bahasa berarti "berbuat baik" atau "melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya". Namun secara istilah dalam ajaran Islam, makna ihsan lebih dalam dan spiritual. Meraih amal yang terbaik, sabda Rasulullah SAW dalam hadits yang masyhur:
"Ihsan adalah engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka yakinlah bahwa Dia melihatmu." (HR. Muslim)
Inilah definisi paling mendalam dari Ihsan. Suatu kondisi spiritual di mana seseorang menyadari kehadiran Allah dalam setiap detik hidupnya. Ini bukan sekadar kebaikan biasa, tapi kesadaran penuh (muraqabah) yang mengubah perbuatan duniawi menjadi ibadah yang bernilai tinggi.
Salah satu contoh nyata ihsan dalam kebaikan seperti bersedekah, infak, atau berwakaf Mushaf Al‑Qur’an ke daerah pelosok yang minim akses kitab suci. Lalu, ikut membagikannya secara langsung.
Sebagai agama sempurna dan lengkap, untuk mencapai hal tersebut bertahap dan perlu berproses mencapai tingkatan tertinggi.
Islam adalah manifestasi lahiriah dari keimanan. Dalam Islam, kita menjalankan rukun-rukun agama seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Ini adalah langkah awal yang harus dilalui oleh setiap Muslim dalam membangun kedekatan dengan Allah.
Iman adalah keyakinan mendalam dalam hati terhadap hal-hal yang ghaib—percaya kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari kiamat, dan takdir. Tingkatan ini lebih dalam dari sekadar syariat, karena menuntut pemahaman dan kepercayaan sejati dalam hati.
Ihsan melengkapi keduanya—Islam dan Iman. Ia adalah ketika seseorang bukan hanya patuh dan yakin, tetapi juga menyatu secara spiritual dengan kehendak Allah, merasakan kehadiran Allah, setiap saat selalu dalam pengawasan-Nya. Ini adalah kebaikan yang lahir dari kedalaman iman dan kesempurnaan Islam.
Kembali ke contoh Ihsan, yaitu berwakaf Quran yang terbaik. Bayangkan Anda menyiapkan ratusan mushaf, dikemas rapi dan dikirim hingga ke desa‑desa terpencil. Di sana, para santri dan warga yang sebelumnya harus bergantian atau bahkan kesulitan mendapatkan mushaf, kini dapat belajar dan mengaji dengan tenang. Mengalir pahala setiap ayat dan surah yang dibacanya.
Ihsan membawa perubahan besar dalam kualitas ibadah dan hidup seorang Muslim. Seorang yang ber-Ihsan akan melakukan semua amal bukan karena rutinitas atau formalitas, tapi karena cinta dan kesadaran bahwa Allah selalu melihatnya.
Bayangkan seorang pedagang yang ber-Ihsan—dia tidak akan menipu, karena sadar bahwa Allah menyaksikan setiap transaksi. Seorang dokter yang ber-Ihsan akan merawat pasiennya dengan penuh tanggung jawab, bukan semata-mata karena profesinya, tapi karena ibadah kepada Allah.
Bahkan pekerjaan sehari-hari seperti bertani, mengajar, atau mengasuh anak akan berubah menjadi ladang amal yang penuh pahala jika dilandasi dengan Ihsan. Itulah keistimewaan dari puncak spiritual ini.
Muraqabah berarti kesadaran penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita. Kesadaran ini bukan sesuatu yang menekan, melainkan membebaskan. Ia membuat hati kita tenang, pikiran jernih, dan hidup lebih bermakna.
Dalam QS. An-Nur ayat 35, Allah berfirman:
“Allah adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita…”
Cahaya yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah gambaran hati yang dipenuhi nur ihsan. Hati ini menjadi sumber terang bagi seluruh perbuatan. Maka wajar jika dikatakan, jalan menuju Ihsan adalah “cahaya di atas cahaya” (nurun ‘ala nurin).
Dengan Ihsan, hati dipenuhi ketenangan (sakinah). Seseorang tidak lagi mudah cemas atau takut, karena ia tahu bahwa semua urusannya ada dalam kendali Allah.
Orang yang ber-Ihsan tidak melakukan amal untuk dipuji. Ia juga tidak iri pada orang lain, karena sadar rezeki dan nikmat adalah milik Allah.
Setiap aktivitas memiliki tujuan spiritual. Tidak ada waktu yang sia-sia. Semua perbuatan, sekecil apa pun, menjadi kesempatan untuk mendapatkan ridha Allah.
Ketika niat wakaf Quran, ikhlas karena Allah, dengan kesadaran bahwa setiap ayat yang mereka baca akan menjadi pahala berkelanjutan bagi wakif (pemberi wakaf), inilah puncak muraqabah: berbuat kebaikan tanpa berharap pujian manusia, menyebarkan kitab suci dengan berharap mendapat Rida-Nya, yakin bahwa Allah Maha Melihat.
Akhirnya, setiap mushaf yang sampai di tangan mereka bukan hanya kertas dan tinta, melainkan “cahaya” yang menerangi hati dan kehidupan banyak saudara seiman—itulah ibadah ihsan yang sesungguhnya.
Kehidupan dunia sering kali penuh distraksi. Tapi Ihsan mengajak kita untuk kembali fokus kepada tujuan hakiki: menggapai ridha Allah. Dengan Ihsan, kita menjalani hidup bukan hanya untuk dunia, tapi juga untuk akhirat.
Allah SWT berjanji dalam QS. Ar-Rahman ayat 60:
"Tidak ada balasan kebaikan (Ihsan), kecuali kebaikan (pula)."
Artinya, setiap amal yang dilandasi Ihsan akan dibalas dengan limpahan kebaikan oleh Allah, baik di dunia maupun di akhirat.
Mari kita jadikan Ihsan sebagai gaya hidup. Islam mengajarkan kita untuk taat, Iman menanamkan keyakinan, dan Ihsan menyempurnakan keduanya dengan kesadaran dan cinta kepada Allah.
Salah satu bentuk nyata dari jalan ihsan adalah dengan berwakaf Al-Qur’an dan menyebarkannya ke desa-desa di pelosok, tempat di mana mushaf masih menjadi barang langka dan sangat dibutuhkan. Dengan niat tulus karena Allah, setiap mushaf yang dibagikan menjadi sumber cahaya bagi umat dan pahala jariyah bagi pewakafnya.
Inilah bukti bahwa ihsan bukan hanya tentang keindahan kata, tetapi juga aksi nyata yang membawa manfaat bagi sesama. Dan semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita agar bisa menapaki jalan Ihsan, jalan ikhlas yang penuh cahaya dan berkah. Amin
Wallahu’alam