Heri Mahbub Nugraha
FOMO bikin gelisah dan tak pernah puas? Hati-hati bisa jadi itu gejala awal penyakit wahn. Pelajari bagaimana Quran Medis memberi solusi agar terhindar dari wahn dan fomo, agar hidup kita penuh keberkahan.
Quran Cordoba - Pernahkah kamu merasa gelisah hanya karena ketinggalan informasi di media sosial?
Misalnya, semua temanmu sudah mencoba kafe baru, liburan ke destinasi populer, atau ikut tren belanja online, sementara kamu belum sempat. Hati jadi gelisah, takut dibilang “nggak update.” Itulah yang disebut FOMO (Fear of Missing Out)
Apa itu FOMO dan Wahn?
FOMO (Fear of Missing Out) adalah perasaan cemas atau takut ketinggalan sesuatu yang penting atau menarik, seperti acara, tren, atau aktivitas yang sedang terjadi di sekitar, terutama karena paparan di media sosial.
Perasaan ini seringkali membuat seseorang membandingkan diri dengan kehidupan orang lain yang terlihat lebih menyenangkan dan dapat menyebabkan ketidakpuasan, iri, hingga gangguan pada kehidupan sehari-hari.
Sekilas, FOMO terlihat sepele. Tapi kalau dibiarkan, ia bisa menjelma jadi penyakit hati yang dalam Islam dikenal dengan istilah wahn. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Akan datang suatu masa, bangsa-bangsa akan memperebutkan kalian seperti orang-orang lapar yang mengerumuni makanan.”
Para sahabat bertanya, “Apakah karena jumlah kami sedikit saat itu?”
Beliau menjawab, “Bahkan kalian banyak, tapi seperti buih di lautan. Allah mencabut rasa takut musuh terhadap kalian, dan menanamkan dalam hati kalian ‘wahn’.”
Mereka bertanya, “Apakah itu wahn?”
Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Dawud, 4297; Ahmad, 5/278).
FOMO ternyata punya akar yang sama dengan wahn: takut kehilangan dunia dan obsesi berlebihan terhadapnya.
Dalam perspektif quran medis, tubuh dan jiwa manusia saling terhubung. Ketika hati dipenuhi kecemasan, otak dan saraf pun ikut terganggu. FOMO membuat seseorang terus-menerus gelisah, bahkan sulit merasa puas meski sudah mendapatkan banyak hal.
Ilmu sains modern menyebutkan, kondisi ini berkaitan dengan dopamin, zat kimia di otak yang memberi rasa senang atau reward.
Sumber penelitian psikologi menegaskan, obsesi berlebihan terhadap reward ini justru berujung pada stres kronis, kecemasan, hingga depresi (Bhandari, Descriptive Psychopathology, Elsevier, 2012).
Quran Medis menekankan keseimbangan: tubuh butuh kebahagiaan, tapi hati harus dikendalikan agar tidak terjerumus dalam wahn.
Coba refleksikan sebentar, apakah kamu pernah mengalami hal berikut?
Jika tanda-tanda ini sudah terasa, berarti FOMO sedang menggerogoti jiwa kita. Inilah titik di mana Quran Medis menawarkan jalan keluar: kembali pada Al-Qur’an dan ketenangan spiritual.
Al-Qur’an bukan sekadar kitab suci, tapi juga penawar hati yang resah. Allah berfirman:
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28).
Mendekatkan diri pada bacaan Al-Qur’an bisa menurunkan tingkat kecemasan dan stres. Riset medis menunjukkan bahwa lantunan Al-Qur’an mampu menenangkan sistem saraf, menurunkan detak jantung, bahkan memperbaiki pola tidur.
Saat rasa takut kehilangan dunia mulai muncul, alihkan dengan doa, dzikir, dan tilawah. Inilah “resep quran medis” agar jiwa kembali stabil.
Islam tidak melarang kita sukses atau memiliki harta. Tapi yang dilarang adalah menyimpan dunia di hati sampai membuat kita lupa pada tujuan hidup yang hakiki.
Rasulullah ﷺ memberi peringatan agar umat Islam tidak menjadi seperti buih di lautan: banyak jumlahnya, tapi rapuh karena hati dikuasai cinta dunia. Inilah bahaya wahn yang sering tidak disadari.
FOMO hanyalah salah satu “pintu masuk” wahn di era digital. Maka, obatnya bukan sekadar manajemen waktu atau detoks media sosial, tapi juga kembali pada Al-Qur’an dan doa.
FOMO bisa membuat hidup terasa kosong, meski penuh aktivitas dan pencapaian. Namun, Al-Qur’an memberi jalan agar hati tetap hidup. Quran Medis mengingatkan kita bahwa kesehatan sejati bukan hanya badan, tapi juga jiwa yang tenang, hati yang lapang, dan pikiran yang damai.
Jadi, jangan biarkan FOMO mengendalikanmu. Letakkan dunia di tangan, bukan di hati. Ingatlah, kebahagiaan sejati datang dari Allah—dengan syukur, doa, dan Al-Qur’an yang menghidupkan jiwa.
Wallahu'alam